Local Culture as a Carriage of Social Solidarity Value

Main Article Content

Warto Warto

Abstract

This study means to reveal the form, meaning, and Javanese cultural influence on local culture as social solidarity value carriage in rural community in preserving social solidarity. The approach used in this study is qualitative, revealing subjective meaning deeply of social phenomenon in their local living place. This study is implemented two local cultural tourism settings, Kebonagung Village, Imogiri Underdistrict, Bantul Regency. Data resources determined purposively, are they who know comprehensively on local culture and able to inform clearly on cultural components as community carriage to preserve social solidarity value. Data are gathered through interview, field observation, and documentary analysis. The result shows that in effort to preserve social solidarity, local community in those two villages always use local culture that manifested through tradition, expression, and local art. It is recommended that the government, through the Ministry of Social Affairs via the Directory of Heroism, Pioneering, and Social Solidarity make a policy model on social solidarity preservation, and the program activities that published is made in harmony with local culture existence.

Article Details

How to Cite
Warto, W. (2018). Local Culture as a Carriage of Social Solidarity Value. Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 13(4), 387–400. https://doi.org/10.31105/jpks.v13i4.1300
Section
Articles

References

Atik Triratnawati, dkk. (2012) Revitalisasi Kesenian Sintren di Kota/Kabupaten Pekalongan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya UGM dan Balai Pelestarian Nilai Budaya

Durkhem, Emile. (1993). The Devision of Labor in Society. New York: Free Press

Elly Kuntjorowati. (2008). Penelitian tentang Korelasi Kondisi Perumahan dan Lingkungan terhadap Kesetiakawanan Sosial di Pringgokusuman Yogyakarta. Yogyakarta: B2P3KS

Gunanto Surjono. 1998. Pengkajian Indikator Kesetiakawanan Sosial. Yogyakarta: B2P3KS

Irmawan. (2010). Evaluasi Badan Usaha Kesejahteraan sebagai Bank Sosial, Meningkatkan Kesetiakawanan Sosial dan Kesejahteraan Anggota. Yogyakarta: B2P3KS Press

Kementerian Sosial. (2012). Merajut Kembali Konsepsi Kesetiakawanan Sosial dan Tatanan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, dan Kesetiakawanan Sosial

Koentjaraningrat. (1993). Ciri-ciri Kehidupan Masyarakat Pedesaan di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

_____________. (1997). Antropologi Pendidikan. Jakarta: Gramedia

Nelam. (1998). Penelitian tentang Pelestarian dan Aktualisasi Kesetiakawanan Sosial Menurut Visi Tokoh Umat dari Berbagai Agama. Yogyakarta: B2P3KS

Pudjiwati. (2008). Sosiologi Pedesaan Jilid I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Siti Aesijah. (2007). Makna Simbolik dan Ekspresi Musik Lesung. Harmonia Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni Vol. 18 No. 3 Unnes Semarang

Sunit Agus Tri Cahyono. (2012). Menelisik Akar Konflik Sosial di Kota Makassar. Sulawesi Selatan. Yogyakarta: B2P3KS Press

Taliziduhu Ndraha.( 2007). Budaya Organisasi. Jakarta: Rineka Cipta

Tilaar. (2009). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya

Warto. (2013). Menguak Budaya Masyarakat Jawa Pencegah Konflik Sosial. Yogyakarta: Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial Vol 12 No 4 2013.

Footnotes

Sardjana (83), tetua Desa Kebonagung.

Kristya Bintara (61), mantan lurah Desa Kebonagung.

Untung Widada (56), kepala Dusun Mandingan, Kebonagung.

Wahyudiya (57) Ketua RT-03, Dusun Mandingan, Kebonagung.

Surokardono, alias Paijan (82), pemuka adat Desa Kebonagung.

Supadia (76), mantan dosen Bahasa Jawa UNS Surakarta.

Slamet (62), ketua kelompok seni gejog lesung “Tri Laras Budayaâ€.