Eksistensi E-Warong Kube PKH di Tengah Urbanisasi

Authors

  • Nuzul Solekhah Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS)
  • ririn purba Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS)

DOI:

https://doi.org/10.31105/mipks.v43i3.2140

Keywords:

The Existence, PKH E-Warong Kube, Urbanization

Abstract

Pemberdayaan ekonomi sering dianggap sebagai salah satu solusi bagi pengentasan masalah kemiskinan. Namun pemberdayaan ekonomi yang tidak tepat sasaran justru dapat menimbulkan masalah sosial baru. Untuk merespon hal tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Sosial memiliki program unggulan berupa E-Warong KUBE PKH. Dalam pelaksanaannya, program ini mengalami tantangan dan hambatan yang perlu dievaluasi lebih lanjut. Beberapa diantaranya adalah keterkaitan aspek keruangan dan potensi kultural yang dimiliki oleh pengurus (perempuan). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi literatur dan observasi di Kota Banjar, Jawa Barat. Penulis menggunakan kerangka pemikiran Bourdieu tentang praktik sosial, dimana terdapat relasi antara habitus dengan pertarungan akumulasi dan komposisi modal yang dimiliki oleh agen dalam arena. Dari empat modal yang diidentifikasi oleh Bourdieu, modal budaya adalah modal yang paling menonjol daripada jenis modal yang lain. Hal ini karena mayoritas pengurus adalah perempuan. Relasi antara situasi sosial yang ada di sekitar mereka dengan latar belakang pendidikan yang relative rendah, mendorong mereka untuk mencari alternatif lain dalam mengupayakan konversi modal non ekonomi ke dalam modal ekonomi. Kesulitan mengkonversikan modal non ekonomi ke dalam modal ekonomi agar dapat menyokong eksistensinya di tengah urbanisasi yang ditandai dengan maraknya toko-toko modern dan minimarket. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pengurus  E-Warong Kube PKH mempertahankan eksistensi E-Warongnya di tengah ancaman keberadaan toko modern? Berdasarkan hasil observasi di lapangan, para pengelola menganggap E-Warong sebagai pekerjaan tetap mereka, sedangkan penghasilan tambahan di luar itu adalah pekerjaan sampingan. Sejauh ini, modal sosial yang digunakan oleh pengelola E-Warong Kube PKH masih sebatas pada jaringan internal dan optimalisasi penjualan kebutuhan primer. Untuk menghadapi tantangan tersebut, muncul mekanisme berupa kas-bon, dan kebijakan transaksi penggunaan sisa pencairan BPNT untuk dibelanjakan di E-Warong.

References

Adib, M. (2012). Agen dan Struktur dalam Pandangan Piere Bourdieu. BioKultur, 91-110.

Creswell, J. W. (2014). Penelitian Kualitatif dan Desain Riset Memilih Diantara Lima Pendekatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Empson, M. (2014). Land and Labor ; Marxism, Ecology and Human History. London: Bookmarks Publications.

Fathy, R. (2019). “Modal Sosial: Konsep Inklusivitas dan Pemberdayaan Masyarakatâ€. Jurnal Pemikiran Sosiologi, Vol.6 (1) : 1-17.

Haryatmoko. (2016). Membongkar Rezim Kepastian (Pemikiran Kritis Post-Strukturalis). Yogyakarta: Kanisius.

Hoelman, M. B., Parhusip, B. P., Eko, S., Bahagijo, S., & Santono, H. (2016). Goals, Sustainable Development. International NGO Forum on Indonesian Development.

Iffah, M., Sutikno, F. R., & Sari, N. (2011). Pengaruh Toko Modern Terhadap Toko Usaha Kecil Skala Lingkungan (Studi Kasus: Minimarket Kecamatan Blimbing, Kota Malang). Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, 55-64.

Plumwood, V. (1993). Feminism and the Mastery of Nature. London: Routledge.

Siregar, M. (2016). Teori "Gado-gadi" Pierre-Felix Bourdieu. Jurnal Studi Kultural, 79-82.

Tjiptoherijanto, P. (1999). Urbanisasi dan Pengembangan Kota di Indonesia. Populasi, 57-72.

United Nations. (2019, November 09). Sustainable Development Goals. Retrieved from Sustainable Development Goals Knowledge Platform: https://sustainabledevelopment.un.org/topics/sustainabledevelopmentgoals

Yin, R. K. (2011). Qualitative Research from Start to Finish. New York: The Guilford Press.

Downloads

Published

2020-06-10