Climate Change and Food Security on Coastal Community
Main Article Content
Abstract
Article Details
Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Â
References
Anonymous. (2001). Program Kerja Pengembangan Kewaspadaan Pangan. Pusat Kewaspadaan Pangan 2001-2004. Badan Bimas Ketahanan Pangan. Departemen
Pertanian. Jakarta.
Cutter, Susan L. (2009). Measuring and Mapping Social Vulnerability dalam Cities at Risk. Bangkok.
Garcial, S.M. and Rosenberg, A.A. (2010). Food Security and Marine Capture Fisheries: Characteristics, Trends, Drivers and Future Perspectives. Online arosenberg@conservation.org.
Hariyadi, P. (2010). “Penguatan Industri Penghasil Nilai Tambah Berbasis Potensi Lokal: Peranan Teknologi Pangan untuk Kemandirian Panganâ€. PANGAN, 19(4): 295-301.
Jerome et,all. (1986). Nutritional Anthropology: Contemporary
Approach to Diet and Culture. Norge W. Jerome, Randy F. Kandel, and Gretel H. Pelto (eds.). Redgrafe Publishing Company
Nikijuluw, V.P.H. (2001). “Aspek Sosial Ekonomi Pengembangan Perikananâ€. Makalah pada Pelatihan
Pengelolaan Pesisir Terpadu. Proyek Pesisir, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisirdan Lautan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Hotel Permata, Bogor, 29 Oktober 2001
Nasikun. (1986). “Pemerataan Pelayanan Pemerintah dalam Program Pangan Kitaâ€. Artikel dalam Majalah Prisma, Jakarta, LP3ES, hal 24.
Nainggolan, K. (2009). Isu-isu Kemiskinan dan Penguatan Ketahanan Pangan dalam Mengatasi Krisis Global, Makalah Disampaikan Di FGD P2E-LIPI, 15 – Oktober 2009.
Pollnac, R.B. (1988). Karaktersitik Sosial dan Budaya dalam
Pengembangan Perikanan Berskala Kecil. Dalam Buku Mengutamakan Manusia dalam Pembangunan. Variabel-Variabel Sosiologi di Dalam Pembangunan Pedesaan (Michael M. Cernea). Jakarta: UI Press.
Ritenbaugh, Cheryl. (1982). “Nutritional Anthropologyâ€. Medical Anthropology Newsletter, 13: 15.
Rondinelli dan Cheema. (1983). Goverment Decentralization
in Comparative Perspective: Theory and Practice in Developing Countries. International Reviews of Administrative Sciences No 1.
Satria, A. (2012). Industrialisasi Perikanan. Harian Seputar Indonesia, 25 April 2012.
Satria, A. (2002). Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta, Penerbit Cidesindo.
Soeprapto, Riyadi. (2010). The Capacity Building For Local Government Toward Good Governance. Word Bank.
Tuler, Seth, et.all. (2008). “Assessing Vulnerabilities: Integrating Information about Driving Forces that Affect Risks and Resilience in Fishing Communitiesâ€. Human Ecology Review, 15(2): 171-184.
Undang-Undang tentang Pangan Nomor 18 Tahun 2012. Wahyono, A., H. Warsilah, D. Wardiat dan U. Tahajuddin. (2011). Model Kelembagaan Pangan Non Beras untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Penelitian Kompetitif
LIPI tahun 2009-2011. Jakarta: LIPI Press.
Wahyono, Ary, dkk. (1992). Nelayan dan Strategi menghadapi Ketidakpastian (di Beo, Sathean dan Demta). Jakarta, PMB LIPI. http://en.wikipedia.org/wiki/Community_development.
Zulkarnain, Zuliansyah P. (2009). “Peningkatan Kapasitas (Capacity Building)†Posted on May 17th, 2009
Footnotes
Fenomena penangkapan ikan secara berlebihan atau melebihi kapasitas.
Undang-Undang ini menegaskan peran negara dalam ketahanan pangan. Undang-Undang ini mewajibkan negara untuk mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan, secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu, dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya
lokal.
Dalam hal ini, sumber daya lokal (indigenous resources) diberi batasan sebagai “A set of knowledge and technology existing and developed in, around and by specific indigenous communities (people) in an specific area (environment)â€. Mengacu kepada konsep di atas, ada empat varibel lokal yang saling terkait dalam konteks sumber daya lokal yaitu pengetahuan, teknologi, SDM, dan lingkungan yang perlu
selalu dijadikan sebagai modal utama pengembangan
sistem pangan.
Sejenis alat tangkap untuk menangkap ikan-ikan kecil (teri, lemuru, ikan tide dan udang) atau dalam bahasa lokal disebut rucah. Ikan-ikan ini dianggap sebagai pangan lauk yang memiliki nilai jual.
Masyarakat juga pantang terhadap makanan tertentu dengan alasan kesehatan seperti ibu yang sedang hamil tidak boleh makan nanas, durian karena panas dan berdampak pada bayi yang dikandungnya. Orang patah tulang tidak boleh makan daun paku karena bisa membuat ngilu. Masih ada juga kepercayaan terhadap makanan sebagai penambah vitalitas tenaga dan energi, seperti ikan belut dipercaya dapat menambah darah, daging dapat meningkatkan keperkasaan
pada lelaki dan makan garam sebelum makan dapat menghindari dari gangguan makhluk halus atau orang yang berniat jahat. Menyisakan makanan merupakan hal yang tabu, dianggap tidak menghargai karunia Allah yang telah memberikan makanan, oleh karena itu secara budaya orang Sasak telah menanamkan nilai-nilai makan sesuai dengan adat istiadat Sasak. Misalnya anak-anak diajarkan untuk makan sesuai kebutuhannya dan tidak boleh ada sisa. Pada acaraa cara keagamaan dan adat maka jika ada sisa maka akan dibawa pulang sebagai berkat.
Upaya pemda adalah meningkatkan produktivitas hasil-hasil laut namun yang lebih penting adalah meningkatkan pengolahan produk laut yang lebih baik sehingga harga jualnya menjadi lebih tinggi. Tidak tertutup kemungkinan untuk komoditas-komoditas lainnya, seperti rumput laut. Untuk itu, pemda dapat membuka kerja sama dengan UPT LIPI di Mataram. Saat ini UPT sedang mengembangkan abalon dan Pemda dapat bekerjasama dengan UPT tersebut terutama dalam upaya pembibitan.
Pengertian awig-awig adalah aturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan masyarakat untuk mengatur masalah tertentu dengan maksud memelihara ketertiban dan keamanan dalam kehidupan masyarakat. Awig-awig ini mengatur perbuatan yang boleh dan yang dilarang, sanksi serta orang atau lembaga yang diberi wewenang oleh masyarakat untuk menjatuhkan saksi. Munculnya awig-awig yang berlaku di wilayah Lombok semakin kuat seiring dengan hadirnya UU
No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah.Pada awalnya awig-awig ini berupa tradisi lisan yang mengatur eksploitasi sumber daya laut secara bersama di suatu daerah. Awig-awig itu dibuat untuk melindungi kekayaan laut lokal dan melindungi nelayan lokal dari dominasi nelayan pendatang.